Latar Belakang

 

BMN merupakan aset tangible negara yang sangat bernilai besar. Pengelolaan aset negara menjadi prioritas untuk mengoptimalkan layanan publik dan akuntabilitas pengelolaan kekayaan negara. Sebagai bagian dari peningkatan kualitas pengelolaan BMN, Pemerintah memandang perlu kepastian pendayagunaan BMN terjaga dengan baik, termasuk pemulihannya kembali ketika BMN mengalami kehilangan/ kerusakan akibat bencana alam maupun bahaya lainnya. Melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 247/PMK.06/2016 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara yang kemudian diubah Peraturan Menteri Keuangan No. 97/PMK.06/2019 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara, Pemerintah memulai babak baru peningkatan kualitas pengelolaan BMN melalui pengasuransian BMN.


Aspek risiko yang mengancam fisik dan fungsionalitas BMN tidak terlepas dari risiko katastrofik yang merupakan risiko inheren dan utama di negeri tercinta Indonesia yang berdiam di atas ratusan patahan, sesar dan gunung berapi. Dengan nilai yang mencapai triliunan rupiah, dibutuhkan penanganan khusus atas pengasuransian BMN. Demi menjaga stabilitas pertumbuhan industri asuransi pula, Pemerintah secara bijak mengarahkan bahwa pengasuransian BMN harus dilakukan secara bersama-sama. Atas dasar ini, maka Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memprakarsai kerjasama perusahaan-perusahaan perasuransian untuk penutupan risiko BMN dalam bentuk konsorsium reasuransi. Setiap perusahaan asuransi umum maupun perusahaan reasuransi yang memenuhi persyaratan dapat berpartisipasi dalam program ini sesuai kapasitas keuangan masing-masing. Format konsorsium pun disepakati sebagai sebuah konsorsium reasuransi untuk memastikan integrasi layanan. Dengan format tersebut, polis diterbitkan oleh salah satu anggota yang ditunjuk sebagai Penerbit Polis dengan anggota lainnya bertindak sebagai reasuradur. Operasionalisasi Konsorsium didukung oleh suatu kepengurusan dengan keputusan tertinggi berada pada Rapat Anggota.